10 December 2012

MEMBANGKITKAN KREATIFITAS ANAK


Tentang bagaimana membangkitkan kreatifitas anak, saya jadi ingat dengan salah
seorang guru SD saya dulu. Beliau mengajar kami di kelas 5 dan kelas 6. Sekolah
saya dibangun dengan program SD INPRES, yang sebentar-sebentar kembali
rusak dan bahkan roboh karena kualitas bahan bangunannya menyedihkan. Tapi
hebatnya, guru saya yang honorer ini tetap gembira mengajar dan menurut saya
sangat kreatif. Belajar bersama beliau membuat kami tidak bosan di dalam kelas
dan bahkan cenderung malas untuk pulang ke rumah.

Guru saya selalu punya media yang menarik untuk menjelaskan sebuah materi
pelajaran. Beliau pancing rasa ingin tahu dan ketertarikan kami dengan media-media
visual yang kami buat sendiri. Sering sekali beliau memberikan tugas-tugas praktis
secara berkelompok ataupun perorangan untuk membuat sesuatu, yang kini saya
baru sadar, ternyata dimaksudkan untuk mempermudah visualisasi sebuah materi
pelajaran. Misalnya saja, beliau tugaskan kami untuk membuat poster dengan model
kliping: Gambar-gambar dari potongan koran atau majalah bekas ditempelkan di atas
selembar karton putih. Poster itu lalu dipasang di dinding. Setiap kelompok kebagian
topik yang berbeda-beda. Ruangan kelas kami pun menjadi semarak. Minimalnya, ada
sesuatu yang enak dipandang mata saat berada di dalam kelas.

Selain itu, beliau juga mengajak kami untuk melengkapi dan meperindah sekolah
dengan membuat pagar bersama-sama dari bambu. Karena kami tinggal di desa,
tentu tak sulit untuk mendapatkannya. Kami bawa batang-batang bambu yang sudah
dipotong-potong dengan ukuran yang sama dan siap untuk disusun dan digabungkan
dengan bambu-bambu yang dibawa oleh seluruh anggota kelompok. Di sekolah kami
memaku bambu-bambu itu, dan jadilah pagar-pagar buatan kami sendiri. Sungguh
membuat kami bangga, lho!

Saat musim hujan tiba, kami juga punya jadwal untuk berkebun. Karena halaman
sekolah kami tidak bersemen alias tanah merah yang kosong, jadi kami bisa
menanaminya dengan macam-macam sayuran. Setiap hari Jumat kami membawa
peralatan berkebun dari rumah. Setiap kelompok diberi jatah lahan sama rata.
Supaya kami termotivasi, guru kami yang inovatif ini memberikan tantangan agar
kami berlomba dalam mengurus kebun sampai kebun kami menghasilkan tanaman
yang bisa dipanen.

Satu hal lagi yang masih saya ingat adalah ketika kami berlomba membuat dan
menghias tumpeng dari nasi uduk yang harus kami buat dengan cara diliwet. Di
halaman belakang kelas, kami membuat tungku-tungku untuk memasak. Alatnya
hanya panci kastrol dan wajan. Keterampilan memasak nasi liwet adalah pelajaran

yang remeh tapi menurut saya menarik dan tentunya bermanfaat. Tragedi menimpa
saya saat itu. Nasi liwet yang saya buat masih mentah, padahal waktu yang diberikan
sudah habis(he he). Meskipun sudah banyak konsep hiasan yang saya siapkan dari
rumah,tapi semuanya tidak berarti karena nasinya nggak bisa dimakan sama sekali.
Duh, sedih sekali rasanya waktu itu!

Nah, kembali ke guru saya: Saya menyimpulkan bahwa apa yang beliau lakukan dulu
tidaklah tercantum dalam silabus atau kurikulum pendidikan yang diperoleh dari
diknas. Buktinya, guru-guru lain di sekolah saya tidak pernah melakukan hal itu pada
kelas yang dipegangnya. Apa yang beliau lakukan adalah murni hasil inovasi beliau
sendiri.

0 comments:

Post a Comment

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | JCPenney Coupons