10 December 2012

MEMBANGKITKAN KREATIFITAS ANAK


Tentang bagaimana membangkitkan kreatifitas anak, saya jadi ingat dengan salah
seorang guru SD saya dulu. Beliau mengajar kami di kelas 5 dan kelas 6. Sekolah
saya dibangun dengan program SD INPRES, yang sebentar-sebentar kembali
rusak dan bahkan roboh karena kualitas bahan bangunannya menyedihkan. Tapi
hebatnya, guru saya yang honorer ini tetap gembira mengajar dan menurut saya
sangat kreatif. Belajar bersama beliau membuat kami tidak bosan di dalam kelas
dan bahkan cenderung malas untuk pulang ke rumah.

Guru saya selalu punya media yang menarik untuk menjelaskan sebuah materi
pelajaran. Beliau pancing rasa ingin tahu dan ketertarikan kami dengan media-media
visual yang kami buat sendiri. Sering sekali beliau memberikan tugas-tugas praktis
secara berkelompok ataupun perorangan untuk membuat sesuatu, yang kini saya
baru sadar, ternyata dimaksudkan untuk mempermudah visualisasi sebuah materi
pelajaran. Misalnya saja, beliau tugaskan kami untuk membuat poster dengan model
kliping: Gambar-gambar dari potongan koran atau majalah bekas ditempelkan di atas
selembar karton putih. Poster itu lalu dipasang di dinding. Setiap kelompok kebagian
topik yang berbeda-beda. Ruangan kelas kami pun menjadi semarak. Minimalnya, ada
sesuatu yang enak dipandang mata saat berada di dalam kelas.

04 December 2012

Menghadapi Anak Balita


ADA alasan mengapa anak balita mulai menunjukkan sifat egois, agresif, bossy, tapi juga suka menyendiri, dan bahkan pemalu. Semuanya wajar asalkan tidak menetap dan sampai menghambat pengembangan dirinya. Untuk itulah sifat-sifat khas tersebut tetap perlu diintervensi agar dapat menempati porsinya yang pas dan memberi kesempatan kepada sifat lain yang lebih baik untuk berkembang sebagai karakter anak. Nah, bagaimana mengintervensi ke-5 sifat tersebut?

1. EGOSENTRIS
Sifat yang umumnya muncul pada usia 15 bulanan (atau saat anak sudah sadar akan dirinya/self awareness) ini disebabkan oleh ketidakmampuan si kecil dalam melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Jadi semua masalah akan diteropong dari kaca mata dirinya. Lantaran sifat ini juga, anak balita selalu “here and now.”
Bila ingin sesuatu harus didapat saat itu juga alias tidak mau menunggu. Misal, saat ia minta es krim pada malam hari ya dia enggak mau tahu harus mendapatkannya saat itu juga. Contoh lain, si kecil merebut mainan temannya. Meski temannya menangis, ia tidak peduli karena ia “berprinsip” “saya suka, saya mau, maka saya harus dapatkan”
Bila dilihat dari perkembangan kognitif, sifat egois akan menghilang saat usia anak 6 tahun. Karena semakin besar anak, lingkungan sosial akan menuntut anak untuk sadar akan lingkungan, selain sadar diri. Nah, pada saat usianya menginjak 3 tahun, sebenarnya anak sudah mulai sadar akan tuntutan sosial tersebut namun perlu stimulasi dari orangtua.
Egosentris yang dibiarkan terus---dalam arti anak selalu mendapatkan apa yang diinginkannya tanpa mempertimbangkan adanya aturan-aturan sosial---bisa menetap sampai si kecil beranjak dewasa dan anak akan dicap buruk oleh lingkungan.
Cara menyiasati
Memang masih agak sulit balita diberi pengertian. Meski ada beberapa anak yang sudah bisa. Namun bagaimanapun di usia balita ini orangtua sudah harus menerapkan aturan-aturan disertai pengertian kepada anak bahwa tidak semua keinginan anak harus terpenuhi. Pada contoh kasus es krim di atas, berilah anak pengertian. Misalnya, ”Hari sudah malam, Dek. Mataharinya juga sudah tidur dan tokonya tutup. Saat mataharinya bangun pagi nanti, baru kita bisa beli es krim.” Jadi, yang penting adalah aturan harus diberikan secara konsisten.

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | JCPenney Coupons